Oleh : Yefita Zebua, S.P.W.
Medan, Tren24Jam.com - Perjalanan hidup seseorang tiada yang tahu, hanyalah Sang Khalik yang mengetahuinya. Siapa sangka perjalanan kisah hidup Yefita Zebua, seorang anak yatim, putra asli Kepulauan Nias yang merantau mengadu nasib di Kota Medan, Kota yang disana ia tidak memiliki sanak saudara, bernasib penuh misteri bak teka-teki.
Anak sulung dan putra pertama dari 7 bersaudara itu meninggalkan profesinya sebagai konsultan tata ruang di PT. Agra Artha Abadi demi meniti karir di dunia Jurnalistik.
Menjadi seorang Jurnalistik merupakan karir yang dihadiahi Sang Pencipta bagi Yefita, seorang putra dari janda paruh baya yang tinggal di sebuah kampung di tengah perkebunan masyarakat adat yang sukar dijangkau oleh orang perkotaan.
Saat mengawali perjalanan jurnalistiknya di tahun 2020 silam, Yefita masih seorang konsultan proyek di sebuah perusahaan yang berkantor di Kecamatan Medan Johor.
Menjalankan dua profesi sekaligus, bukanlah hal yang sangat mudah baginya, Yefita yang merupakan lulusan Sarjana (S1) terbaik (cumlaude) dari kampus Institut Sains dan Teknologi TD Pardede terpaksa membagi waktu dan bahkan dihadapkan pada kondisi memilih jadi jurnalis atau mempertahankan konsultannya yang saat itu gajinya telah mencapai 5.000.000 perbulan.
Yefita yang menyandang gelar dari jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota itu, mengawali belajar jurnalis dengan bergabung di sebuah media online. Dihimpit banyaknya pekerjaan proyek di kantornya, pemuda yang merupakan tulang punggung keluarga itu, memanfaatkan waktu libur untuk ikut bersama wartawan senior di lapangan. Bersama mereka para wartawan senior, Yefita berhasil dan mampu menulis berita.
Bagai mengejar seorang gadis pujaan hati, dua tahun ia menjalankan dua profesi, akhirnya pemuda 28 tahun itu terpaksa meninggalkan pekerjaannya sebagai konsultan dan lebih menaruh hati didunia jurnalistik yang ia nilai lebih bermanfaat dari sekedar gaji 5.000.000, sebab baginya melalui pekerjaannya sebagai jurnalistik ia bisa bermanfaat bagi orang lain di sekitarnya.
"Saya selama bekerja jadi konsultan saya belum bisa berbuat apa-apa untuk sesama, tapi setelah saya bergabung di dunia jurnalistik banyak hal yang saya temukan di sana. Saya bisa membantu orang untuk mempublikasikan persoalan yang mereka hadapi, yang pada akhirnya menjadi atensi bagi aparat penegak hukum, sehingga mereka mendapat keadilan dari perkara yang mereka hadapi. Sebaik-baik nya hidup dan sesukses-suksesnya seseorang, hidup seakan tiada manfaatnya tanpa membantu orang lain," ucap Yefita.
Yefita juga menyebut profesi jurnalis merupakan jalan bagi seorang anak bangsa untuk mengabdikan diri kepada Bangsa dan Negaranya.
Bagai mendapat mutiara di dasar laut, seolah tidak ada nilai gaji konsultan yang telah ia capai, kebahagiaan terlihat jelas di wajah pemuda berkulit putih dan mata sipit itu, berkat keingintahuan dan kecintaannya terhadap profesi jurnalistik, ia mampu menaklukan ujian seleksi keanggotaan Persatuan Wartawan Indonesia Sumatera Utara (PWI Sumut) dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) tingkat muda pada 26-29 Desember 2022 lalu.
Dengan rentetan pengalaman yang telah ia dapatkan 4 tahun terakhir, Yefita kini telah bekerja di media online ArahIndonesia.com dan dipercaya menjadi asisten dari seorang kontributor di salah satu stasiun TV Nasional.
Seperti kehausan yang wajib meminum banyak air, tidak puas dengan yang telah dicapainya, terus ingin mengembangkan diri dengan mempelajari lebih dalam profesi pilar ke-4 di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Yefita mengikuti Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dari tanggal 23-27 September 2024.
Materi pelajaran SJI yang disusun dengan panduan UNESCO itu, menghadirkan para pengajar yang mumpuni, mereka datang dari berbagai background pengalaman, namun tidak sedikit diantaranya merupakan mantan jurnalis.
Tidak kalah saing dari bebarapa pengajar, Sugiatmo wartawan senior yang juga mengabdi sebagai Dosen di beberapa kampus di Kota Medan, dipercaya menjadi Kepala Sekolah dan pengajar di SJI ini.
Kebanggaan yang tidak terbayangkan bagi Yefita, dirinya bersama siswa-siswi lain menjadi angkatan pertama di Sumut yang ber Sekolah Jurnalistik Indonesia. Bahkan kekagetannya memuncak, pembukaan SJI yang dihadiri oleh Polda Sumut, Kodam I/BB, Kejaksaan Tinggi Sumut, dan mantan Gubernur Sumut, Dr. Ir. H. Tengku Erry Nuradi, M.Si., PJ Gubernur Sumut, Agus Fatoni, menjadi pengajar kepada mereka.
"Saya tidak sia-sia mengikuti SJI, kebangaan tersendiri buat saya berkesempatan menjadi siswa SJI yang salah satu pengajarnya adalah Bapak Gubernur Sumut. Disekolah lain, tidak pernah Gubernur mengajar," kata Yefita dengan riang gembira.
Berbagai materi diajari pada SJI itu, salah satu diantaranya tentang Jurnalistik Multitasking. Kata Multitasking memang terdengar asing di kuping pemuda yang berasal dari seberang pulau Sumatera itu, namun dari penjelasan pengajarnya ia mampu memahami dengan cepat.
Multitasking masuk kedalam slogan SJI dengan tertulis jelas di spanduk dalam ruang kelas, bahkan menjadi topik bahan ajar yang diharuskan untuk diajari ke para siswa-siswi SJI.
Jurnalis senior dari media nasional Liputan 6 SCTV, Raditio Wicaksono menjadi pengajar pertama yang menjelaskan bagi Yefita maksud multitasking.
"Multitasking secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang melakukan ragam aktivitas secara bersamaan," jelas Raditio.
Dikaitkan dengan jurnalis yang multitasking, Raditio mengatakan jurnalis multitasking merupakan kemampuan seseorang yang memiliki kebisakan melakukan segala pekerjaan jurnalistik yang ditugaskan oleh redaksinya secara bersamaan.
Jurnalis multitasking dilapangan, dapat melakukan pekerjaan peliputan dan mampu menarasikan sebuah peristiwa di berita walau itu bukan merupakan yang di bidangi sebelumnya.
Hal terdekat yang di ketahui tentang jurnalis multitasking adalah seseorang jurnalis yang membidangi kriminal, namun ketika ditugaskan oleh redaksi melakukan peliputan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang baru-baru ini dilaksanakan di Aceh dan Sumut, mampu menuliskan berita kegiatan tersebut secara cepat dan maksimal dengan narasi-narasi olahraga.
Dengan duduk santai di depan laptop mendengarkan penjelasan gurunya, Yefita juga memahami bahwa seseorang jurnalis multitasking dapat melakukan pekerjaan tim redaksinya dengan Profesional. Semisal, seorang jurnalis atau kontributor disebuah media TV yang pekerjaannya melakukan peliputan dilapangan mampu mengeditkan video liputannya dengan menarik yang hal tersebut merupakan pekerjaan editor di kantor.
Meski kata jurnalis multitasking ini baru masuk di perbendaharaan kata yang di pahami Yefita, namun anggota muda PWI Sumut itu, telah lebih dulu melakukan pekerjaan jurnalis multitasking.
Kemahirannya saat awal mula bergabung di media online adalah menulis berita kriminal, namun Yefita yang sebelumnya dikenal dengan rambut gondrongnya yang lurus itu, mendapat penugasan dari Pemimpin Redaksinya untuk berpos di Pemerintahan Kota Medan. Penugasannya tidak sia-sia, ia mampu menuliskan berita pemerintahan.
Sisi lainnya, Yefita memang dibentuk dan diajari di dunia jurnalistik menulis di media online, namun ia dapat mengerjakan pekerjaan kontributor TV. Pengeditan gambar dan video liputan untuk dipublish ke siaran TV sudah menjadi hal biasa baginya.
"Kata jurnalis multitasking memang baru saya dengar, namun pekerjaan seorang jurnalis multitasking sudah saya kerjakan. Hal inilah yang membuat saya meninggalkan konsultan, tidak mungkin saya jalankan dua profesi sekaligus. Karena saat itu, yang saya kuasai hanya penulisan berita di media online saja, namun saya ingin mempertajam kemampuan untuk bisa menjadi wartawan TV. Puji Tuhan, saat ini saya sudah dipercaya kontributor InewsTV untuk menjadi asistennya/stringernya," jelas Yefita.
Ucapan terima kasih terlontarkan dari Yefita, melalui SJI yang secara langsung Ketua PWI, Hendry Ch Bangun, turut ambil bagian menjadi pengajarnya bersama 39 orang siswa-siswi lainnya. Ia banyak memperoleh pengetahuan baru, tidak terkecuali dengan pemahaman jurnalis multitasking yang sebelumnya tidak pernah ia dengar.
"Saya sangat bangga mengikuti SJI ini, banyak pengetahuan baru yang saya pelajari. Terima kasih kepada Bapak Ketua PWI Sumut, Farianda Putra Sinik, beserta jajaran yang telah berhasil mendapat kepercayaan PWI Pusat untuk melaksanakan SJI di Sumut yang merupakan Provinsi ke 5 di Indonesia yang telah melaksanakan SJI," pungkasnya.
Post a Comment
Berkomentarlah sesuai dengan topik dan tidak menaruh link aktif. Terima kasih atas perhatiannya.