Gunungsitoli, Tren24jam.com - Kuasa Hukum para terdakwa, dari Kantor Hukum Law Office EDITOR GEA, S.H & Co bernama Editor Gea, SH., dan Spontan Daeli, SH., MKn., meragukan bukti visum yang dimiliki oleh korban Faigiduho Batee.
Hal ini diungkapkan oleh para kuasa hukum terdakwa dalam press release yang disampaikan kepada para awak media. Selasa (11/07/2023) sore.
Pada Press Release tersebut, para kuasa hukum terdakwa menjelaskan, masing-masing kliennya berinisial TH, PWH dan FB yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam Perkara Pidana Reg. Nomor: 72/Pid.B/2023/PN Gst, dengan dakwaan alternatif kesatu Pasal 170 ayat (1) KUHP; atau kedua Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejanggalan visum yang dimiliki oleh Faigiduho Batee membuat teka-teki ditengah-tengah proses persidangan yang dilaksanakan pada Senin (10/07/2023), hingga membuat para kuasa hukum terdakwa meragukan hasil visum tersebut.
Pasalnya, pada persidangan kali ini JPU kembali menghadirkan 3 (tiga) orang saksi, dimana masing-masing saksi yang dihadirkan menyampaikan keterangan yang berbeda-beda saat ditanyai tentang visum yang dimiliki oleh Faigiduho Batee.
Saksi yang dihadirkan JPU bernama Timotius Batee saat dimintai keterangannya menerangkan bahwa korban (Faigiduho Batee) usai kejadian langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk pengambilan visum.
Sementara, Faigiduho Batee yang juga memberikan keterangannya justru menyampaikan keterangan yang berbeda dengan saksi Timotius Batee.
Faigiduho Batee mengungkapkan bahwa dirinya usai kejadian (01/03/2023) saat itu, Ia tidak pergi ke Rumah Sakit tetapi berbaring tidur dirumah miliknya, dikarenakan kecapean dan tidak berdaya. Namun berselang 1-2 hari setelah kejadian, Ia mengaku baru berobat ke Rumah Sakit dan mengambil visum.
"Yang lebih uniknya lagi ketika kami tanyakan kepada korban apa nama Rumah Sakit tempatnya berobat, korban menjawab "saya tidak tau apa nama rumah sakit itu, karena saat itu saya lemas dan tidak berdaya lagi”," ucap Spontan Daeli, S.H., M.Kn., menirukan jawaban Faigiduho Batee saat ditanyai diruang persidangan.
Kemudian, lanjut Spontan Daeli, S.H., M.Kn., kami bertanya lagi dimana letak Rumah Sakit tersebut ?, namun Faigiduho Batee menjawab, Rumah Sakit tempatnya berobat berada didaerah Miga sebelum jembatan. Jika dari arah Binaka menuju ke Pusat Pasar Gunungsitoli, Rumah Sakit tersebut berada di sebelah kiri jalan.
Berdasarkan keterangan yang berbeda-beda tersebut, Kuasa Hukum para terdakwa sebelum persidangan diakhiri, menyampaikan permohonan dan pertimbangan kepada Majelis Hakim untuk memerintahkan JPU agar memanggil Saksi Ahli Dokter Pemeriksa atau Dokter yang mengeluarkan Visum Et Repertum untuk diambil keterangannya dalam perkara tersebut.
Adapun alasan para Kuasa Hukum terdakwa memohonkan agar Saksi Ahli Dokter dihadirkan sebab alasan keterangan saksi Timotius Batee dan saksi korban berbeda, sedangkan tertulis dalam Surat Dakwaan JPU bahwa Visum Et Repertum tertanggal 07 Maret 2023.
Kuasa Hukum para terdakwa, Editor Gea, S.H., menyebutkan, total saksi yang telah dihadirkan oleh JPU ada sebanyak 8 (delapan) saksi. Dimana pada persidangan sebelumnya (05/07/2023), JPU menghadirkan sebanyak 5 (lima) orang saksi, namun setiap saksi memberikan keterangan yang berbeda-beda.
"Ada saksi yang menerangkan melihat luka di wajah korban, ada yang menerangkan melihat darah keluar dari mulut korban tetapi tidak melihat luka di wajah korban, ada pula saksi yang menerangkan tidak melihat darah dan tidak melihat luka di wajah korban," jelas Editor Gea, SH.
Selanjutnya, dari paparan Editor Gea, SH., diketahui, Majelis Hakim tidak mengabulkan permohonan dan pertimbangan yang diajukan oleh para Kuasa Hukum terdakwa.
"Kami sangat kecewa karena permohonan kami tersebut tidak dikabulkan dengan pertimbangan bahwa JPU menyatakan visum tersebut dapat dibaca sendiri sehingga Saksi Ahli Dokter Pemeriksa visum tersebut tidak perlu diambil keterangannya di persidangan," terang Editor Gea, SH., dengan nada kesal.
Selain itu, pada akhir paparannya, Editor Gea, SH., menyampaikan rasa prihatinnya terhadap perkara tersebut, pasalnya orang yang mengamankan keributan seharusnya dilindungi namun pada perkara ini justru sebaliknya, para pengaman malah jadi terdakwa.
"Ini menarik kasusnya, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda yang bermaksud mengamankan pembuat keributan bahkan mengucapkan ancaman pembunuhan serta membawa senjata tajam di Acara Pemerintahan Desa yang nota bene sebagai acara sakral dan resmi malah dituduh dan didakwa sebagai pelaku pengeroyokan/penganiayaan," tutup Editor Gea.
Diketahui, tindak pidana yang didakwakan kepada para terdakwa TH, PWH dan FB, bermula saat terjadinya peristiwa keributan pada saat acara Rapat Penetapan dan Pengukuhan Pengurus Kelembagaan Desa Somi Botogo’o, Kecamatan Gido, Kabupaten Nias, pada tanggal 1 Maret 2023 lalu.
Saat itu Faigiduho Batee sebagai korban dalam Perkara Pidana Reg. Nomor: 72/Pid.B/2023/PN Gst, serta sebagai terdakwa pada Perkara Pidana Reg. Nomor: 71/Pid.B/2023/PN Gst, di Pengadilan Negeri Gunungsitoli, membuat keributan serta membawa senjata tajam berupa bukti 3 (tiga) bilah pisau penusuk ke Acara Rapat tersebut sebagaimana disampaikan oleh para terdakwa TH, PWH dan FB, kepada para Penasehat Hukum Kantor Hukum Law Office EDITOR GEA, S.H & Co. (Yz)
Usut tuntas terus kasus ini pak Gea
ReplyDeleteUsut tuntas kasus ini pak Gea smoga aman dan terkendali
ReplyDeletePost a Comment
Berkomentarlah sesuai dengan topik dan tidak menaruh link aktif. Terima kasih atas perhatiannya.