Pati, Tren24jam.com - Masa pandemi yang melanda seperti saat ini ternyata tak mengurangi angka perceraian di masyarakat Kabupaten Pati. Bahkan peningkatan dalam satu bulan bisa mencapai 250 hingga 300 perkara perceraian. (Kemis, 3-9-2020)
Hal tersebut pernah diungkapkan oleh, Sutio, juru bicara Pengadilan Agama Kabupaten beberapa waktu yang lalu bahwa pada awal pandemi, yakni pada Maret-April, perkara perceraian yang masuk di PA Pati berkisar antara 200-an perkara. Kemudian selama Mei hingga Juli, peningkatannya cukup signifikan.
" Di masa pandemi terjadi peningkatan kurang lebih 50%, dalam satu hari minimal ada 10 perkara yang masuk." Ujarnya.
Lebih lanjut, dominasi perkara adalah cerai gugat, yakni dari pihak istri yang mengajukan perceraian ke PA Pati. Sementara untuk kecamatan yang paling tinggi ada di Pati Kota, Kayen, dan Sukolilo.
Dia menambahkan, rata-rata yang mengajukan perceraian itu justru wanita usia muda. Permasalahan yang dijadikan alasan pun beragam.
”Saat persidangan pertama, pihak Hakim juga sudah melakukan mediasi agar jalur perceraian itu tidak dilakukan. Namun, tingkat keberhasilan tidak mencapai satu persen,” imbuhnya
Dirinya menambahkan, perselingkuhan masih menjadi peringkat pertama yang mengakibatkan ratusan ibu muda di Pati menjanda.
"Selain masalah ekonomi, faktor selingkuh yang unggul mendominasi masalah perceraian." Pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Suyanto Sekertaris LPKKP (lembaga pusat kajian kebijakan publik), mengaku prihatin dengan maraknya kasus perceraian di Pati karena dapat merusak moral dan mental anak.
"Kalau yang bercerai itu belum punya anak saya rasa tidak begitu mengganggu moral. Tapi kalau sudah punya anak, kan kasihan anaknya, jika orang tua bercerai kebanyakan mental anak itu terganggu." Ucapnya.
Dirinya menambahkan, pemerintah harus hadir dan ikut berperan aktif untuk mengatasi persoalan ini, karena masalah perceraian di Pati mayoritas disebabkan oleh faktor perselingkuhan.
"Menurut saya wajar jika faktor selingkuh unggul dalam persoalan perceraian, lha wong tempat prostitusi seperti LI dan karaoke di sepanjang jalan pantura masih tetap buka Los doll. Semua itu kan tergantung pemerintah dalam menyikapi." Tegasnya.
Dirinya berharap, pemerintah daerah Kabupaten Pati segera melakukan langkah-langkah yang obyektif untuk mengatasi masalah sosial ini.
"Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mengatasi permasalah ini. Butuh keberanian dan solusi yang tepat, tidak asal nutup, namun terapkan regulasi aturan yang sudah diatur dalam undang-undang." Tuturnya (TIM)
Hal tersebut pernah diungkapkan oleh, Sutio, juru bicara Pengadilan Agama Kabupaten beberapa waktu yang lalu bahwa pada awal pandemi, yakni pada Maret-April, perkara perceraian yang masuk di PA Pati berkisar antara 200-an perkara. Kemudian selama Mei hingga Juli, peningkatannya cukup signifikan.
" Di masa pandemi terjadi peningkatan kurang lebih 50%, dalam satu hari minimal ada 10 perkara yang masuk." Ujarnya.
Lebih lanjut, dominasi perkara adalah cerai gugat, yakni dari pihak istri yang mengajukan perceraian ke PA Pati. Sementara untuk kecamatan yang paling tinggi ada di Pati Kota, Kayen, dan Sukolilo.
Dia menambahkan, rata-rata yang mengajukan perceraian itu justru wanita usia muda. Permasalahan yang dijadikan alasan pun beragam.
”Saat persidangan pertama, pihak Hakim juga sudah melakukan mediasi agar jalur perceraian itu tidak dilakukan. Namun, tingkat keberhasilan tidak mencapai satu persen,” imbuhnya
Dirinya menambahkan, perselingkuhan masih menjadi peringkat pertama yang mengakibatkan ratusan ibu muda di Pati menjanda.
"Selain masalah ekonomi, faktor selingkuh yang unggul mendominasi masalah perceraian." Pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Suyanto Sekertaris LPKKP (lembaga pusat kajian kebijakan publik), mengaku prihatin dengan maraknya kasus perceraian di Pati karena dapat merusak moral dan mental anak.
"Kalau yang bercerai itu belum punya anak saya rasa tidak begitu mengganggu moral. Tapi kalau sudah punya anak, kan kasihan anaknya, jika orang tua bercerai kebanyakan mental anak itu terganggu." Ucapnya.
Dirinya menambahkan, pemerintah harus hadir dan ikut berperan aktif untuk mengatasi persoalan ini, karena masalah perceraian di Pati mayoritas disebabkan oleh faktor perselingkuhan.
"Menurut saya wajar jika faktor selingkuh unggul dalam persoalan perceraian, lha wong tempat prostitusi seperti LI dan karaoke di sepanjang jalan pantura masih tetap buka Los doll. Semua itu kan tergantung pemerintah dalam menyikapi." Tegasnya.
Dirinya berharap, pemerintah daerah Kabupaten Pati segera melakukan langkah-langkah yang obyektif untuk mengatasi masalah sosial ini.
"Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mengatasi permasalah ini. Butuh keberanian dan solusi yang tepat, tidak asal nutup, namun terapkan regulasi aturan yang sudah diatur dalam undang-undang." Tuturnya (TIM)
Post a Comment
Berkomentarlah sesuai dengan topik dan tidak menaruh link aktif. Terima kasih atas perhatiannya.